Hakekat, Fungsi, dan Tujuan Pengukuran Psikologis

Pengertian Pengukuran, Tes, dan Penilaian
Pengertian Pengukuran mencakup segala cara memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan, baik segala Tes maupun cara-cara lain.
Sedangkan pengertian Tes adalah alat pengukur untuk menetapkan apakah berbagai-bagai faset dari kesat yang kita perkirakan dari seseorang adalah benar merupakan fakta, juga adalah cara untuk menggambarkan bermacam-macam faset ini seobyektif mungkin. (Conny Semiawan Stamboel, 1982. P. 24-25).
Kemudian pengertian penulisan atau evaluation menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan.
Dari uraian tentang pengertian pengukuran, tes dan penilaian tersebut dapat diketengahkan hubungan ketiganya sebagai berikut:
1. Hubungan antara Pengukuran dan Tes
Berdasarkan atas pengertian pengukuran dan tes diatas dapat disimpulkan bahwa dalam prosedur pengukuran, tes merupakan salah satu alat untuk memperoleh informasi tentang tingkah laku seseorang, untuk selanjutnya dideskrepsikan dengan sistem skala angka atau kategori lain.
2. Hubungan Pengertian Tes dan Penilaian
Dari uraian tentang pengertian tes dan penilaian tes tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil testing yang merupakan salah saatu ujud atau bentuk hasil pengukuran itu menjadi salah satu bahan dasar untuk mengambil keputusan atau pendapat tentang subyek yang di test.
Dalam prosedur penilaian yang diakhiri dengan penentuan pendapat atau keputusan, tes merupakan salah satu cara atau alat untuk mendapatkan bahan dasar penentuan pendapat atau pengambilan keputusan
JENIS DAN TINGKATAN PENGUKURAN 
1. Jenis Pengukuran
Dari segi sasaran pengukuran, pengukuran dapat dibedakan atas:
a. Pengukuran alamiah, yaitu pengukuran yang ditujukan pada sasaran objek alam benda.
b. Pengukuran sosial, yaitu pengukuran yang ditujukan pada sasaran objek struktur dan kehidupan sosial.
c. Pengukuran psikologis, yaitu pengukuran dengan memfokuskan sasaran obyek pada tingkah laku sebagai cerminan daripada keadaan psikis seseorang atau individu.
Dari segi sifat objek pengukuran, dapat dibedakan atas:
a. Pengukuran kualitas, yaitu pengukuran yang ditujukan pada segi mutu atau kualitas objek pengukuran.
b. Pengukuran kuantitas, yaitu pengukuran yang menitik beratkan pada segi jumlah/volume atau kuantita dari objek pengukuran.

Tingkatan Pengukuran 
1. Pengukuran nominal (skala pengukuran nominal), yaitu pengukuran yang menggunakan bilangan sebagai tanda kenal daripada suatu gejala atau benda yang dilukiskan.
2. Skala pengukuran ordinal, yaitu pengukuran yang menggunakan angka-angka/ bilangan sebagai petunjuk kepada adanya rank order dalam susunan gejala atau benda.
3. Skala pengukuran interval, yaitu pengukuran dimana selain telah dipenuhinya persyaratan sebagai perskalaan-perskalaan sebelumnya.
4. Skala pengukuran rasio, yaitu sebagai skala pengukuran di samping memiliki sifat-sifat skala pengukuran yang dimiliki skala pengukuran sebelumnya, memiliki ciri khusus yaitu terdapatnya titik mula mengukur yang mutlak, yang dengan mudah sekali disepakati oleh semua orang yang disimbolkan dengan tanda 0 (nol).

Pengukuran Psikologis
1.Arti dan Hakekat Pengukuran psikologis
Pengukuran psikologi adalah pengukuran aspek-aspek tingkah laku yang nampak, yang dianggap mencerminkan prestasi, bakat, sikap dan aspek-aspek kepribadian yang lain. (T. Raka Joni, 1977. p.5.).
Dalam praktek, pengukuran psikologi pada umumnya banyak menggunakan tes sebagai alatnya. Istilah tes psikologis merupakan suatu alat untuk menyelidiki reaksi atau disposisi seseorang atas dasar tingkah lakunya.
Dengan demikian pengertian pengukuran psikologi dan tes psikologi pada dasarnya sama. Perbedaannya terletak pada proses dan alatnya yang digunakan sebagai dasar penggunaan istilah dalam praktek.
Perbedaan antara pengukuran konvensional (alamiah) dengan pengukuran psikologi:
a.Pengukuran konvensional
• Dilakukan secara langsung
• Mempunyai satuan ukuran yang jelas/tegas
• Telah adanya kesepakatan tentang awal atau dari mana harus mulai mengukur
b. Pengukuran psikologis
• Harus dilakukan secara tidak langsung
• Tidak mempunyai satuan ukuran
• Tidak adanya kesepakatan mengenai awal atau dari mana harus mulai mengukur
Ciri-ciri khusus daripada pengukuran psikologi yang membedakan dengan ciri-ciri pengukuran alamiah:
1.Variabel-variabel yang diukur berupa tingkah laku yang nampak sebagai cerminan dari keadaan kejiwaan itu tidak selalu secara konsisten mencerminkan suasana batin seseorang.
2.Bahwa dalam pengukuran psikologi sangat sukar atau bahkan tidak mungkin diperoleh kesepakatan dalam kalibrasi satuan ukuran.
3.Dalam pengukuran psikologis tidak terdapat adanya nol mutlak.
4.Bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran psikologi jauh lebih besar dibanding dengan kesalahan dalam pengukuran alamiah.
2.Fungsi pengukuran psikologis dalam bimbingan
Pengukuran psikologis dalam bimbingan mengandung pengertian implikatif bahwa hasil daripada pengukuran tingkah laku sebagai cerminan daripada prestasi, bakat, sikap, dan aspek-aspek kepribadian yang lain dimanfaatkan untuk dasar layanan bimbingan kepada klien.
Dapat dinyatakan bahwa hasil pengukuran tes psikologis yang bersifat obyektif menjadi dasar bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan sesuai dengan keadaan pribadi klien untuk memahami dirinya, memahami masalahnya, memahami lingkungannya serta mampu mengembangkan diri sehingga tercapai kesejahteraan hidupnya.
Fungsi dari pengukuran psikologis dalam bimbingan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
1.Dilihat dari segi klien(konseli)
Membantu mengenal dan mengerti keadaan psikisnya yang menyangkut potensi psikis dan prestasinya serta kelemahan dan kelebihan dalam aspek psikis yang dimilikinya.
2.Dilihat dari segi konselor
Membantu konselor dalam memahami diri kliennya sehingga dapat menetapkan bentuk layanan bimbingan yang sesuai dengan keadaan dan pribadinya.
3.Dilihat dari proses layanan bimbingan
Pengukuran psikologis mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1)Prediksi
Yaitu dapat digunakan untuk meramalkan kemungkinan tingkah laku klien di masa datang.
2)Komparasi
Yaitu sebagai dasar membandingkan diri klien dengan klien yang lain atau dengan ukuran lain, sehingga dapat diketahui status individu dalam kelompoknya atau dasar ukuran tertentu yang digunakan.
3)Diagnosa
Bahwa hasil pengukuran psikologis sebagai dasar menetapkan jenis masalah/kesulitan, letak kesulitan beserta penyebab terjadinya. Hasil diagnosa ini juga dapat digunakan untuk menetapkan alternatif jenis dan layanan bimbingan yang sesuai.
4)Evaluasi
Berfungsi sebagai bahan informasi untuk dasar pengambilan keputusan tentang perlakuan terhadap klien.
5)Penelitian
Sebagai informasi atau tata penelitian tentang suatu hal tertentu berhubungan dengan tujuan pengukuran, untuk menentukan tindak lanjut bimbingannya.
3.Tujuan pengukuran psikologis dalam bimbingan
Hal-hal yang mendorong dilaksanakannya atau perlunya pengukuran psikologis dalam bimbingan adalah sebagai berikut:
a.Adanya tuntutan dalam memberikan layanan bimbingan harus berdasarkan atas prinsip perbedaan individual.
b.Tuntutan dalam pemberian layanan bimbingan berdasarkan atas kelengkapan informasi dan data klien.
c.Adanya kenyataan pembedaan manusia abnormal dengan manusia normal.
d.Menetapkan aspek psikologis yang mana menjadi penyebab masalah konseli.
Secara terperinci sesuai aspek-aspek yang di ukur, tujuan pengukuran psikologis adalah sebagai berikut:
1.Yang menyangkut aspek kognitif :
- Untuk mendapatkan informasi tentang keberhasilan belajar dalam wujud prestasi belajar konseli.
- Untuk mendapatkan informasi tentang tingkat kecerdasan/intelegensi konseli yang merupakan salah satu faktor utama keberhasilan belajar.
- Untuk mendapatkan informasi tentang bakat atau kemampuan khusus yang bersifat potensial sebagai bahan studi lanjut bimbingan karir atau jabatan.
2.Yang menyangkut aspek Non-kognitif:   
- Mendapatkan informasi tentang arah minat serta bakat terhadap bidang tertentu.
- Mendapatkan informasi tentang pendapat atau sikap konseli terhadap dirinya maupun anggapan bahwa sistem nilai akan sangat berpengaruh pada perilakunya.
- Mendapatkan informasi tentang aspek kepribadian yang lain, misalnya penyesuaian diri, kontrol diri, rasa kecukupan, kepastian diri, harga diri, kematangan emosi, kecenderungan lingkungannya.
- Mendapatkan informasi tentang sistem nilai daripada konseli. Hal ini didasarkan atas neorotis, dan sebagainya.
B. Syarat-syarat tes psikologis yang baik
Tes sebagai alat pembanding atau pengukur supaya dapat berfungsi secara baik haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1.Valid
Valid berarti cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengukur atau member gambaran tentang apa yang diukur. Misalnya jika tes itu tes intelegensi individu dan bukan memberikan keterangan tentang kecakapannya dalam berbagai mata pelajaran di sekolah.
2.Reliabel
Reliabel artinya dapat dipercaya. Suatu tes dapat dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun diadakan tes lebih dari satu kali. Karena itu di dalam reliabilitas menyangkut persoalan stabilitas dari hasil yang dicapai oleh tes itu. Sebab itu ada 3 hal yang turut berpengaruh terhadap stabilitas hasil sesuatu tes yaitu:alat pengukur itu sendiri,testi dan tester.
3.Distandarisasikan
Standarisasi suatu tes bertujuan supaya setiap testi mendapat perlakuan yang benar-benar sama,sehingga dengan demikian suatu testi yang dites mendapat perlakuan yang sama. Mengapa demikian,karena skor yang dicapai hanya mempunyai arti apabila dibandingkan satu sama lain. Ada 4 hal yang perlu distandarisasikan yaitu materi tes, penyelenggaraan tes, skoring tes dan interpretasi hasil testing.
4.Objektif
Suatu tes dikatakan objektif apabila pendapat tau pertimbangan tester tidak ikut berpengaruh dalam hasil testing.
5.Diksriminatif
Suatu tes dikatakan diskriminatif bila mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang kecil dari sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu dari individu individu yang berbeda-beda.
6.Komprehensif
Tes komprehensif berarti tes tersebut dapat sekaligus menyelidiki banyak hal misalnya kita harus menyelidiki prestasi individu dalam bahan ujian tertentu,maka tes yang cukup komprehensif akan mampu mengungkapkan pengetahuan testi mengenai hal yang dipelajari,juga hal yang mencegah dorongan berspekulasi.
7.Mudah digunakan
Dalam hubungan ini berarti suatu tes yang baik harus mudah menggunakannya,sebab walaupun semua syarat yang telah disebutkan diatas terpenuhi oleh suatu tes akan tetapi tes tersebut suka menggunakannya maka tes itu tetap mempunyai kelemahan ,sebab tes itu adalah suatu alat yang nilainya sangat tergantung pada kegunaaanya.

Hakekat, Fungsi dan Tujuan Pengukuran Psikologi

C.Klasifikasi Tes Psikologis
Tes sangat banyak macamnya sehingga untuk mendapatkan orientasi yang baik mengenai tes perlu dilakukan klasifikasi. Untuk membuat klasifikasi tes hendaklah ditinjau dari beberapa segi.
Bila ditinjau dari banyaknya orang yang dites,dibedakan atas:
1.Tes individual adalah jenis tes yang hanya dapat melayani untuk seseorang individu saja dalam satu waktu.contohnya test WISC dan WAIS
2.Tes kelompok adalah tes yang dapat melayani sekelompok testi dalam suatu waktu. Tes kelompok ini lebih ekonomis jika dibandingkan dengan tes individual sebab dalam waktu singkatdapat diperoleh banyak individu yang dites contonya adalah ulangan-ulangan yang diberikan oleh guru,tes standar progresif matriks dan sebagainya.
Bila ditinjau dari segi waktu yang disediakan dibedakan atas:
1.Tes kecepatan(speed test) yaitu tes yang mengutamakan kecepatan waktu dalam mengerjakan tes atau waktu untuk mengerjakan tes sangat terbatas. Contoh jenis tes ini arithemitical reasoning,tes klerikal dan sebagainya.
2.Tes kemampuan(power test) yaitu jenis tes yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana kemampuan seseoarng dalam mengerjakan tes. Soal waktu tidak dituntut terlalu ketat. Contoh jenis tes ini general comprehension test,tes SPM dan sebagainya.
Bila ditinjau dari segi materi tes dibedakan atas:
1.Tes verbal adalah tes yang menggunakan bahasa (baik lisan mauapun tulisan). Karena itu orang yang dites harus bias membaca dan menulis.
2.Tes non verbal adalah tes yang item-itemnya tidak terdiri dari bahasa,tetapi terdiri dari bahasa tetapi terdiri dari gambar-gambar,garis-garis dan sebagainya. Contoh jenis tes ini adalah tes CFIT.Tes SPM,tes Army Beta dan sebagainya
Bila ditinjau dari segi aspek manusia yang dites dibedakan atas:
1.Tes psikis adalah tes untuk mengetahui keadaan fisik testi contohnya: tes erobik
2.Tes psikis adalah tes untuk mengetahui keadaan atau kemampuan mental testi contoh tes intelegensi,tes bakat dan sebagainya.
Bila ditinjau dari segi aspek mental yang dites dibedakan atas:
1.Tes kepribadian seperti tes Rorschah, wartegg dan sebagainya
2.Tes intelegensi
3.Tes bakat
4.Tes prestasi belajar
Bila ditinjau dari segi penciptanya:
1.Tes rorschah
2.Tes biriet-simon
3.Tes Wechsler
4.Tes kraeppelin
5.Tes kuder dan sebagainya
D.Tujuan penggunaan tes psikologis
Tujuan penggunaan tes pada garis besarnya terbagi atas tujuan riset dan diagnosis psikologis
1.Tes dengan tujuan riset
Tujuan untuk keperluan ini bermacam-macam pula misalnya riset untuk penyusunan tes,riset untuk mengetahui sifat-sifat psikologis tertentu pada sekelompok individu,riset untuk pemecahan masalah social tertentu dan sebagainya.
2.Tes dengan tujuan diagnosis psikologis
Sebagian besar dari tujuan tes adalah untuk membuat diagnosis psikologis. Diagnosis psikologis dilakukan dengan maksud-maksud tertentu pula antara lain.
1.Diagnosis untuk seleksi
2.Diagnosis untuk keperluan pemilihan jabatan dan pendidikan
3.Diagnosis untuk keperluan bimbingan dan konseling
4.Diagnosis untuk keperluan terapi
E.Keterbatasan-keterbatasan Penggunaan Tes Psikologis
1.Ketidaktepatan Instrumen
Tes hanya terbatas dalam mengungkap aspek perilaku individu. Walaupun diperoleh suatu situasi yang baik untuk mengidentifikasi kemungkinan keberhasilan akademik tetapi tidak dapat mengetahui indikasi motivasi pribadi individu untuk sukses.
2.Reaksi-reaksi terhadap situasi testing
Kita mungkin masih dapat mengingat individu di sekolah yang menunjukkan reaksi yang berbeda kepada tester. Hal ini dapat diketahui bagi individu yang pada saat mengerjakan tes mengalami stres dan lainnya takut dan nervous. Perbedaan individu ditinjau dari segi tanggapan emosional terhadap suatu situasi testing adalah sangat berbeda. Dari hasil tes ada yang merasakan sebagai suatu ancaman terhadap konsep-dirinya,sehingga takut dan defensive mengubah perilaku-perilakunya yang mempunyai pengaruh negative.
3.Kondisi-kondisi fisik dari testing
Secara umum dianjurkan,agar tes itu dilaksanakan dalam ruangan yang tenang dengan penerangan yang cukup memadai, meja yang permukaannya rata, data terhindar dari kegaduhan, kebisingan atau gangguan-gangguan lainnya
F.Prinsip-Prinsip Penggunaan Tes Psikologis
Penggunakan tes untuk proses bimbingan dan konseling hendaknya memperhatikan beberapa prisip tertentu. Prinsip-prinsip yang dimaksud mengacu pada prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya. Prinsipi-prisip penggunakan tes dalam bimbingan dan konseling dikembangkan dari pengalaman praktik pada saat ini.
Brammer & shostrom (1982) mengemukakan beberapa prinsip penggunaan tes dalam bombingan dan konseling, diantaranya:
1.Kaidah pertama dari penggunaan tes ialah mengetahui tes secara menyeluruh.
2.Eksplorasi terhadap alasan individu menginginkan tes dan pengalaman individu dalam tes yang pernah diterimanya.
3.Perlu pengaturan pertemuan interpretasi tes agar individu siap untuk menerima informasi yang benar  dan tidak menyimpang.
4.Arti skor tes harus ditetapkan secepatnya dalam diskusi.
5.Kerangka acuan hasil tes hendaknya dibuat dengan jelas.
6.Hasil-hasil tes harus diberikan kepada induvidu, bukan dalam bentuk skor tapi dalam bentuk deskriptif.
7.Hasil-hasil tes harus selalu terjebak. Cara yang digunakan untuk memulai prinsip ini ialah hasil tes harus disajikan secara tentatife.
8.Guru pembibingan atau konselor hendaknya bersikap.
9.Guru pembimbing atau konselor hendaknya memberikan interpretasi secara jelas dan berarti.
10.Hasil-hasil tes harus memberikan prediksi dengan tepat.
11.Dalam face intrepretasi tes, perlu adanya partisipasi dan evaluasi dari individu.
12.Intrepretasi skor yang rendah kepada individu norma hendaknya dilakukan dengan hati-hati.Tingkat konseptual yang  tepat untuk menyusun interpresi tes dalam bentuk kata-kata adalah sangat penting jika individu mengerti hasil-hasil tes.
G.Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Tes Psikologi
Keberhasilan penggunaan tes untuk tujuan bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu. Menurut  Bezanson & Monsebraaten ((1984). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tes yaitu:
1.Latar belakang budaya
Faktor latar  belakang budaya individu memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan tes. Suatu tes cenderung memberikan tekanan dan keistemawaan pada aspek budaya dimana tes itu dikembangkan, karena tes biasanya menggambarkan tentang pengalaman,minat,nilai-nilai dan budaya itu sendiri.  Contoh berikut mengilustrasikan sebagian kecil pengaruh factor latar belakang budaya dalam pelaksanaan tes.
2.Latar belakang Sosial-Ekonomi
Factor yang erat kaitannya dengan budaya adalah taraf social ekonomi testi misalnya kemiskinan keluarga dan kekurangan fasilitas pendukung dalam keluarga biasanya cenderung kurangnya bahan bacaan,alat perlengkapan belajar dan hasil teknologi serta factor lain yang berhubungan dengan cara pengisian tes. Factor-faktor tersebut tidak hanya berhubungan dengan kemampuan, tetapi juga memberikan pengaruh yang bersifat membatasi minat dan memotivasi individu.
3.Pendidikan yang diperoleh di sekolah atau latihan formal
Banyak keterampilan yang diperlukan dalam tes kemampuan dipelajari disekolah atau melalui pelatihan misalnya perhitungan aritmatik dasar,persamaan dan perbedaan kata serta kepasihan berbahasa, semuanya dipelajari baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pendidikan yang diterima di sekolah.
4.Persiapan Tes atau pengalaman tes
Peubah peubah persiapan atau pengalaman tes seringkali diaabaikan oleh para guru pembimbing atau konselor dan testi. Terhadap testi perlu diberikan kesempatan untuk mempraktikkan item-item yang sejenis terhadap tes yang telah dibakukan hal ini akan dapat membantu individu untuk mengerti petunjuk-petunjuk tes dan item-item tes. Suatu prasyarat untuk suatu skor minimum pada suatu tes. 
H.Etika Penggunaan Tes Psikologi
Disebabkan karena banyanya factor  yang berpanagaruh terhadap hasil pengukuran psikologis, dan juga karena tes psikologi merupakan suatu intrusmen yang sudah baku, maka tepatlah kiranya apabila tester  yang mempergunakan tes psikologi itu harus bertanggung jawab dan etis melindungi tetisnya.
Etika praktik konselor dan para psikolog adalah sama yaitu:
1.kerahasiaan : karena kesejahteraan testi ditempatkan pada tempat yang utama, maka konselor menerima tangung jawab untuk mempertahankan kerahasiaan hubungan dengan klien.
2.Keamanan tes: tes adalah merupakan suatu alat professional dan sebagai suatu alat professional maka penyebarannya hanya terbatas dengan menggunakan kompetensi teknis yang tepat. Yes yang belum  dibakukan seharusnya tidak dipergunakan karena belum dijamin keamanannya.
3.Interpretasi  tes: material atau bahan-bahan tes dan skor tes semestinya diperuntukan hanya kepada oerang-orang yang berwenang menggunakannya.
4.Publikasi tes: tes yang telah baku harus dilengkapi dengan manual (buku petunjuk pegangan ) yang menggambarkan bagaimana dan oleh siapa tes itu digunakan lebih efektif.
The Canadian guidance and counseling association (1982), mempublikasikan sebelas prinsip khusus yang mencakup etika cara pemakaian tes psikologis,yaitu:
1.Guru pembimbing atau konselor harus mengakui batas kompetensinya dan tidak memberikan layanan testing atau menggunakan teknik-teknik di luar persiapan dan kompetensinya atau yang tidak memenuhi standar professional yang ditetapkan.
2.Guru pembimbing atau konselor harus mempertimbangkan atau menetapkan dengan cermat dan teliti validitas, rebilitas, dan ketetapan tes tertentu sebelum memilih untuk digunakan pada klien tertentu.
3.Pada umumnya,hasil-hasil tes hanya memberikan satu macam factor yang tepat bagi keputusan  staf bimbingan dan konsling.
4.Apabila hasil tes dan data penilaian lainnya digunakan untuk menilai komunikasi dengan orang tua individu atau orang lain yang tepat maka mereka harus disertai dengan interpretasi yang adekuat.
5.Skor  tes psikologi (sebagai pembanding dengan interpretasi hasil-hasil tes)
6.Apabila memberikan beberapa sistemen pada umum tentang tes dan testing, maka diperlukan ketelitian untuk memberikan informasi secara adekuat dan menghidari terjadinya kesalahpahaman.
7.Tes harus dilaksanakan sebagaimana yang ditetapkan dalam manual (buku petunjuk) pelaksanaan tes.
8.Tes psikologi dan alat-alat lainnya, yang penilaiannya sebagian besar dapat dipercaya apabila orang yang mengambilnya adalah terbatas dengan minat professional dan kompetensi seseorang sehingga mereka akan berupaya melindungi penggunaannya.
9.Guru pembimbing atau konselor memiliki tanggung jawab untuk memberitahukan kepada peserta testing tentang tujuan testing.
10.Guru pembimbing atau konselor harus bekerja dengan teliti dalam menilai dan menginterpretasikan minoritas anggota kelompok atau orang lainnya yang tidak menyajikan norma-norma kelompok terhadap pembekuan instrument.
11.Konselor tidak pantas mereproduksi atau memodifikasikan susunan tes itu tanpa memperoleh izin dan mengenal kemampuan pengarang penerbit dan pemegang hak cipta.
Sedangkan asoasi bimbingan dan konseling Indonesia (ABKIN) mengemukakan kode etika jabatan konselor terutama bersangkut-paut dengan testing adalah sebagai berikut :
1.Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwanang menngunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud.
2.Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentanng sifat atau ciri lebih luas, misalnya, taraf intelegensi, bakat,minat, dan kecenderungan pribadi seseorang.
3.Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau sumber lain.
4.Data hasil testing harus dilakukan setara dengan seperti data atau informasi lain tentang klien.
5.Konselor harus memberikan orietasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya daengan masalahnya.
6.Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien.
7.Pemberian sesuatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan.
 
DAFTAR PUSTAKADaruma,A.R.2003. Penggunaaan Tes Psikologis.Makassar:Penerbit FIP-UNM
Conny Semiawan Stamboel, 1982, Prinsip dan Teknik pengukuran dan penilaian di dalam dunia pendidikan, Jakarta; Mutiara p.20-26
Sumadi Suryabrata, 1979, Pengukuran dalam psikologi kepribadian, Jakarta; CV Rajawali; p.6-19
T. Raka Joni, 1984, Pengukuran dan penilaian pendidikan, JP2LPM, p.6-25
Sutarno, 2006, Pemahaman individu Teknik Testing, Surakarta, p.1-10

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Hakekat, Fungsi, dan Tujuan Pengukuran Psikologis"